Rangkaian dan Alternatif Untuk Menangani Balapan Liar – Surabaya (ANTARA) – Balap motor menjadi hobi yang sangat digemari oleh banyak remaja. Sebagian dari mereka memilih untuk mengejar minat ini melalui balapan resmi di sirkuit, sementara yang lainnya kadang-kadang memilih untuk menyalurkan hasrat mereka dengan balapan liar atau kebut-kebutan di jalan raya.
Balap liar merujuk pada aktivitas adu kecepatan kendaraan, baik motor maupun mobil, yang dilakukan di jalan-jalan umum. Dengan kata lain, aktivitas ini tidak berlangsung di sirkuit balap resmi, melainkan di jalanan yang tidak diperuntukkan untuk balapan.
Seringkali, kompetisi kemampuan mesin sepeda motor ini terjadi pada tengah malam hingga menjelang fajar, ketika jalan-jalan mulai sepi dan tidak ramai.
Balap liar sering terjadi di jalan umum karena kurangnya fasilitas yang mendukung, seperti sirkuit atau tempat khusus untuk aktivitas balapan tersebut.
Disebut balap liar karena aktivitas tersebut dilakukan secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari tindakan dari pihak berwajib. Larangan ini berlaku karena kegiatan tersebut melanggar aturan lalu lintas.
Selain itu, kondisi fisik sepeda motor seringkali berbeda dari standar biasa karena beberapa bagian telah dimodifikasi. Bahkan, ada yang mencopot perlengkapan seperti plat nomor, spion, dan lampu, serta memotong bagian-bagian tertentu dari kerangka sepeda motor.
Balap liar dianggap sangat mengganggu ketertiban masyarakat, menimbulkan keresahan, dan bahkan berpotensi membahayakan keselamatan umum. Aktivitas ini membawa risiko tinggi akan kecelakaan fatal yang dapat mengancam nyawa. Oleh karena itu, aparat kepolisian secara aktif melakukan razia untuk mencegah risiko dan dampak berbahaya dari balap liar ini.
Meski menimbulkan banyak dampak negatif, balapan liar tetap berlangsung. Pihak kepolisian, sebagai pelindung masyarakat, telah sering mengambil tindakan tegas terhadap pelaku balap liar selama razia.
Faktor pendorong
Balapan liar, yang dianggap sebagai masalah sosial, muncul akibat berbagai faktor. Salah satunya adalah perbedaan antara aspirasi mereka dan kenyataan yang ada. Remaja yang ingin menjadi pembalap sering kali menghadapi kekurangan fasilitas yang memadai. Karena itu, mereka terpaksa melakukan aksi tersebut tanpa peralatan dan perlindungan yang sesuai, hanya untuk memenuhi hasrat mereka.
Selain itu, remaja yang sulit mengendalikan dorongan untuk mengeksplorasi identitas diri sering kali terlibat dalam aktivitas baru seperti balapan liar. Mereka berusaha menunjukkan keunggulan mereka dengan terlibat dalam aksi tersebut.
Selain itu, motivasi untuk terlibat dalam balapan liar dapat dipicu oleh pengaruh teman, lingkungan sosial, atau lingkungan sekolah. Faktor lain termasuk keinginan untuk menarik perhatian lawan jenis dan daya tarik uang taruhan yang besar.
Balapan liar mungkin terjadi karena hukuman yang diberikan kepada pelaku tergolong ringan. Sanksi yang dikenakan oleh pihak kepolisian umumnya hanya berupa tilang karena pelanggaran lalu lintas dan pembinaan, sehingga para remaja yang terlibat sering kali tidak merasa takut untuk berhenti.
Menurut para ahli psikologi perkembangan seperti Turner dan Helms (2004), faktor penyebab remaja terlibat dalam balap liar di jalan raya meliputi kondisi keluarga yang tidak harmonis (broken home), serta kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Faktor lainnya termasuk status sosial ekonomi keluarga yang rendah, pengaruh teman sebaya, dan penerapan pola asuh yang kurang efektif.
Keterlibatan orang tua dalam pekerjaan mereka sering kali menyebabkan remaja mendapatkan kebebasan tanpa adanya pengawasan atau peringatan saat terlibat dalam balapan liar.
Fenomena ini mencerminkan kurangnya interaksi atau komunikasi antara orang tua dan remaja, atau dapat diartikan bahwa ungkapan kasih sayang orang tua lebih banyak diberikan dalam bentuk materi ketimbang dukungan emosional atau psikologis.